3. Penasehat : ustdz aby fikri
Sabtu, 04 Agustus 2018
Struktural Kepengurusan Yayasan Pondok Pesantren Galikaromah Gernini
3. Penasehat : ustdz aby fikri
CINTA KEPADA ALLAH DIAWALI DENGAN TAUBAT & TALQIN
CINTA KEPADA ALLAH DIAWALI DENGAN TAUBAT & TALQIN
Pohon Talqin Lâ Ilâha Illallâh
Syekh Abdul Qadir Al-Jailani mengungkapkan pentingnya ber-talqin kepada wali Musryid sebelum melakukan proses lebih lanjut dalam bimbingan ruhani tarekat/tasawuf, sebab menurutnya, Allah SWT telah berfirman, “Dan (Allah) mewajibkan kepada mereka tetap taat menjalankan kalimat takwa.” (QS. Al-Fath [48]: 26), yakni kalimat Lâ Ilâha Illallâh, dengan syarat kalimat tersebut (sebagai talqin) diambil dari orang yang kalbunya bertakwa sempurna dan suci dari segala sesuatu selain Allah.
Bukan, sekadar kalimat Lâ Ilâha Illallâh yang diambil dari mulut orang awam. Meski lafadznya satu, tetapi bobotnya berbeda. Bibit Tauhid yang hidup tentu saja diambil dari hati yang hidup, sehingga bibitnya berkualitas. Sedangkan, bibit yang tidak berkualitas tidak akan dapat tumbuh dengan baik. Maka, kalimat tauhid yang diturunkan dalam Al-Qur’an memiliki dua makna.
Pertama, kalimat tauhid, Lâ Ilâha Illallâh yang memiliki makna lahir saja. Sebagaimana, firman Allah SWT,“Apabila dikatakan kepada mereka, Lâ Ilâha Illallâh mereka menyombongkan diri.” (QS. Ash-Shâffât [37]: 35) Kalimat Lâ Ilâha Illallâh yang dimaksud dalam ayat ini merupakan hak bagi orang awam.
Kedua, Allah SWT menurunkan kalimat Lâ Ilâha Illallâh disertai dengan pengetahuan yang hakiki. Allah SWT berfirman, “Ketahuilah bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan melainkan Allah dan mohonlah ampun bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, lelaki dan perempuan.” (QS. Muhammad [47]: 19)
Ayat ini menjadi Sababun Nuzul bagi adanya talqin zikir untuk orang-orang khusus yang ingin wushûl kepada Allah. Sebagaimana yang diungkapkan pengarang Kitab “Bustân Asy-Syâri’ah” diterangkan, “Orang yang pertama kali menginginkan jalan terdekat kepada Allah, terunggul, tetapi termudah melalui Nabi SAW ialah Ali bin Abi Thalib RA. Ketika Sayyidina Ali RA meminta, Rasulullah tidak langsung menjawab tetapi menunggu wahyu. Maka, datanglah Jibril dan menalqinkan kalimah Lâ Ilâha Illallâh 3 kali dan Nabi mengucapkannya tiga kali. Selanjutnya, Nabi SAW mendatangi para Sahabat dan Nabi SAW menalqin para Sahabat secara berjamaah.”
Nabi SAW bersabda, “Kita telah kembali dari perang kecil ke perang besar yakni perang melawan hawa nafsu.” (HR. Al-Baihaqi).
Rasulullah SAW juga bersabda, “Musuhmu yang paling utama ialah nafsumu yang berada di antara kedua lambungmu.” (HR. Al-Baihaqi)
Menurut Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, “Mahabbah (cinta) kepada Allah tidak akan tercapai, kecuali setelah engkau melumpuhkan musuh-musuh-Nya yang ada di dalam wujudmu sendiri.. Seperti halnya, nafsu amarah, lawamah, dan mulhamah, setelah terlumpuhkan maka lantas membersihkan diri dari sifat-sifat bahimiyah (binatang jinak) yang tercela, seperti makan, minum, tidur dan bercanda yang berlebihan. Juga membersihkan hati dari sifat-sifat sabu’iyyah (binatang buas), seperti marah, mencaci, memukul, memaksa. Juga membersihkan diri dari dari sifat syaitaniyah (sifat-sifat setan), seperti sombong, ujub, hasad, dengki, dendam, dan dari sifat-sifat badan dan hati yang tercela lainnya.
Jika Anda sudah bersih dari sifat-sifat tercela tadi, berarti Anda sudah bersih dari sumber dosa. Maka Anda termasuk orang-orang suci dan ahli tobat. Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertobat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al-Baqarah [2]: 222)
Adapun orang yang hanya bertobat dari dosa lahiriah saja maka tidak termasuk yang disinggung ayat ini. Meskipun dia bisa juga disebut tâ’ibun (orang yang bertobat), tetapi belum menjadi tawwab (orang-orang yang bertobat dengan sebenar-benarnya). Kata tawwâb dalam bahasa Arab ini menggunakan shigah mubâlaghah atau superlatif yang dimaksud adalah tobatnya orang-orang yang khusus (al-khawwâsh).
Perumpamaan orang yang tobat dari dosa lahiriah saja adalah seperti orang yang memotong rumput tapi di batangnya saja. Dia tidak mau berusaha mencabutnya dari akar. Maka, pasti nantinya akan tumbuh kembali, bahkan lebih lebat dari sebelumnya. Berbeda dengan orang yang bertobat secara sungguh-sungguh dari dosa akhlak-akhlak buruk. Ia seperti orang yang mencabut rumput hingga akar-akarnya. Maka, dapat dipastikan ia tidak akan tumbuh lagi, kalaupun ada itu termasuk kasus yang langka.”
Menurut Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, posisi talqin di sini—seperti orang memotong rumput—adalah alat untuk “memotong” segala sesuatu selain Allah SWT dari hati orang yang di-talqin. Seperti yang kita ketahui, orang yang tidak mau “memotong” “pohon pahit” (tidak mau menempuh perjalanan pahit) tidak akan mampu sampai pada tempat “pohon manis”. Berpikirlah wahai manusia yang memiliki pandangan hati. Semoga engkau berbahagia (dan wushûl kepada Allah).
Allah SWT berfirman, “Dan Dialah yang menerima tobat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan kesalahn-kesalahan.” (QS. Asy-Syûrâ [42]: 25) Allah SWT juga berfirman, “Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman, dan beramal saleh maka kesalahan mereka diganti oleh Allah dengan kebaikan.” (QS. Al-Furqân [25]: 70)”
--Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam Sirrul Asrar
Perjalan menuju dunia tasawud
PERJALANAN MENUJU DUNIA TASAWUF
Tasawuf Islam terbagi menjadi dua bagian. Pertama, berkaitan dengan pemeliharaan dan pembersihan jiwa. Berhias dengan budi yang luhur lagi sempurna. Dalam bahasa istilah disebut Ilmu Mu'amalah.
Pada bagian ini menjadi titik pusat akhlak dan ilmu ruhani, bahkan tidak berlebihan jika dikatakan bahwa, orang-orang sufi adalah guru besar ilmu ruhani di dunia ini, Mereka benar-benar memahami dan mendalami penyakit ruhani serta pemusnahnya, sehingga berhasil menyingkap hijab (tabir) penutup ruhani.
Sekalipun Eropa telah menggunakan peralatan moderen di dalam ilmu jiwanya, dan di bawah teori-teorinya berhasil membuka ikatan-ikatan jiwa, akan tetapi masih saja tidak mampu mengentasnya dari kebodohan bertingkat atau berganda. Berbeda dengan orang-orang sufi yang telah menemukan sesuatu yang lebih mengagumkan dalam persoalan ruhani mereka. Mereka berhasil menggapai pengetahuan yang sempurna. Mereka bawa terbang tinggi menerobos medan cahaya yang bersinar terang, menuju fithrah serta teladan yang membangkitkan kemanusiaan yang mulia nan suci, yang tidak mengenal pertikaian dan saling mencela, tidak mengenal dnegki, marah, dan permusuhan, tidak pula mengenal kefasikan, perdebatan dan dekadensi moral.
Kedua, berkaitan dengan penggemblengan ruhani, ibadah dan mahabbah (cinta), beserta segala aktifitasa yang ada dalam ibadah dan mahabbah. Yaitu pribadi yang bersih bersinar, munculnya ilham dan anugerah Ilahi.
Dalam meneliti bagian kedua ini ada beberapa syarat. Syarat utama ialah mendalami al-Quran dan as-Sunnah. Ia disebut Thariq (jalan) dan terdiri dari empat perjalanan.
1. Perjalanan gerak (amaliah) lahir, yaitu perjalanan ibadah dan berpaling dari gemerlap dunia. Membersihkan diri dari daya tarik dunia. Menyendiri (uzlah) untuk beribadah, dzikir dan istighfar serta selalu melaksanakan kewajiban yang menjadi tanggung jawabnya.
2. Perjalanan amaliah batin dan senantiasa menelitinya, dengan memurnikan akhlak, menyucikan hati, menyucikan ruh, mengintai dan menekan nafsu, berhias dengan akhlak dan sifat-sifat yang suci serta perilaku yang senantiasa memancar dari Nur Muhammad.
3. Perjalanan penggemblengan dan training jiwa. Dalam hal ini Rasulullah pernah memberikan ilustrasi dalam sabdanya, "Kita telah kembali dari jihad kecil, menuju jihad akbar." Dengan ujian yang akbar ini, kekuatan dan kekuasaan ruh akan semakin bertambah. Jiwa lalu memisah dari debu-debu, menjadikannya bersih murni, hingga hakikat dan rahasia alam terpateri di dalamnya. Cahaya Ilahi memancar di dalam hatinya. Nampak keindahan dan kebesaran alam, kehalusan dan rahasianya. Dengan demikian bangkitlah rasa, yang kemudian membentuk gerak hidup dalam indera yang umum, yang dapat merasakan kelezatan yang tinggi. Ilmu yang cemerlang di dalam jiwa ini lalu menjadi sifat yang tetap, berikut terbukanya tabir penutup secara sedikit
demi sedikit sehingga sampailah keoada ridha dan cahaya utama.
4. Perjalanan menuju fana yang sempurna. Yaitu dengan sampainya ruh kepada tingkat menyaksikan Allah dengan sebenarnya. Terbuka (kasyaf)nya alam yang samar dan rahasia-rahasia Allah. Kemudian silih berganti muncul cahaya dan terbukanya tabir, hingga kelezatan jiwa dengan ketenteraman. Puncaknya adalah bayangan suci di hadapan Ilahi.
Perjalanan-perjalanan spiritual itu tidak dapat di tulis atau diceritakan, karena berada di luar bayangan dan fantasi manusia, di alam mana Allah SWT Maha Agung dan tercinta dapat dilihat mata hati. Benar-benar pemandangan yang di luar kerja mata wadak. Tiada pernah didengar oleh telinga dan tidak sekalipun terbersit di dalam sanubari.
Perjalanan ini merupakan perjalanan yang sangat berbahaya. Pernah seorang sufi kehilangan keseimbangannya, kehilangan ingatan, dan akhirnya terjerumus kepada kondisi yang memang sudah menjadi suratan takdir.
Adapun bagi mereka yang telah sampai dan berhasil bertahan di sana. Sungguh dia telah memperoleh kemantapan beribadah, penyaksian yang luhur, kenyenyakan yang melelapkan jiwa, tenteram dan menguasai alam.
Sahal bekata, "Seseorang yang berhasil menemukan jati dirinya, adalah orang yang salat di tempat terbuka. Ketika selesai dari salatnya, bubarlah pula bersamanya beribu-ribu malaikat yang ia saksikan."
Sementara Ibnu Abqari mengatakan, "Seseorang yang benar-benar menemukan jati dirinya, adalah orang yang salat di tempat terbuka. Begitu bubar dari salatnya, tidak satupun malaikat yang mengikuti orang tersebut, karena tidak tahu kemana perginya
Tatakrama seorang murid
Syeikh AbdulWahab Asy-Sya’rani
Perlu anda ketahui wahai saudaraku, bahwa adab (etika) Seorang murid secara keseluruhan tidak dapat dihitung jumlahnya, dan tidak dapat dijelaskan secara detail. Akan tetapi berikut akan saya sebutkan sekilas tentang adab yang patut untuk dilakukan seorang murid.
Pada dasarnya, tugas seorang guru terhadap murid hanyalah berusaha mengeluarkan untuk si murid apa yang masih terpendam di dalam jiwanya, dan bukan yang lain. Sebab Allah Swt. telah menebarkan pada setiap ruh (jiwa) sifat-sifat terpuji dan tercela yang berhubungan dengan orang yang bersangkutan. Maka segala sesuatu yang diperintah atau dilarang oleh sang guru mesti berkaitan dengan apa yang terpendam dalam jiwa tersebut.
Seorang guru tidak akan memberikan kepada Si murid apa yang di luar jiwanya. Sebab seorang murid pada tahap pertama ibarat sebutir benih yang menyimpan segala rahasia, dimana benih itu akan menjadi pohon kurma misalnya, atau jadi pohon yang lain. Perjalanan Si murid dalam menempuh tarekat ini akan benar dan jujur atau akan menjadi pendusta tergantung pada benih yang ada. Kalau si murid ini menjadi seorang yang benar dan jujur, maka dari “batang pohon” itu akan mengeluarkan ranting yang bakal berbuah, dimana buah tersebut akan menyenangkan semua orang yang ada di sekitarnya, dan mereka pun makan dari buahnya, bahkan buahnya akan tersebar ke seluruh penduduk daerah dan negerinya. Semua orang mengambil manfaat dari pohon tersebut.
Kejujuran dan kebaikannya akan tampak pada semua orang, baik di kalangan umum maupun tertentu, bahkan kalau misalnya ia ingin menutupi kebaikannya agar tidak diketahui mereka, ia pun tidak akan sanggup melakukannya. Begitu sebaliknya, jika ia seorang murid yang bohong dalam cintanya terhadap jalan yang ia tempuh, maka “batang pohon” kebohongan dan kemunafikannya akan bercabang, sehingga dirasakan oleh semua orang yang ada di sekitarnya, tersebar ke seluruh daerah dan negerinya. Kebohongan, kemunafikan dan pamernya akan kelihatan pada semua orang. Bahkan kalau berpura-pura menampakkan kejujuran ia tidak akan sanggup melakukannya.
Sebab perbuatannya yang rendah akan mendustakan segala pengakuannya, dan pada akhirnya semua aibnya akan terbuka dan tersingkirkan dari jalan menuju Allah. Ia akan terlempar ke pemahaman orang-orang awam, sebagai hukuman atas kebohongannya terhadap tarekat menuju Allah Azza wa Jalla. Dan barangkali Allah pernah memberinya keharuman dan kejujuran kemudian diambil kembali oleh Allah. Kemudian semua orang akan berkata, “Si fulan telah terusir dari tarekat kaum fakir (sufi), sehingga tidak ada semerbak keharumannya lagi.” Akhirnya ia hanya sekadar mengenakan serban panjang, memelihara rambut hingga panjang, mengenakan pakaian wol (pakaian khas kaum sufi), dan berhias dengan pakaian kaum sufi, sementara manusia melihatnya telanjang dari adab, dan hampir semua perilaku negatifnya tidak bisa dirahasiakan dan siapa pun.
Maka bangunlah segala perkara anda atas dasar kejujuran dalam mencari tarekat (jalan menuju Allah), sebab kalau tidak, maka anda akan dijauhi oleh tarekat sekalipun dalam waktu yang cukup lama. Semoga Allah senantiasa memberi petunjuk kepada anda.
Jika anda telah tahu akan hal itu, maka sekarang saya mulai berbicara, — dan hanya Allah Yang memberi pertolongan: Diantara perilaku seorang murid adalah harus memiliki kejujuran dalam mencintai seorang guru. Sebab gurulah yang akan menunjukkannya ketika ia sedang menempuh perjalanan dalam hal-hal yang gaib. Ia ibarat seorang penunjuk jalan bagi jamaah haji ketika di kegelapan malam. Tentu saja kecintaan itu mengharuskan seseorang untuk selalu taat, demikian sebaliknya, tidak adanya kecintaan itu ditunjukkan dengan selalu menyalahi dan menentang perintah guru. Maka barangsiapa menentang orang yang menunjukkannya ia akan tersesat dan perjalanannya akan terhenti, dan pada akhirnya akan hancur.
Kejujuran dalam mencintai seorang guru hendaknya tidak ada yang sanggup memalingkannya, bahkan tidak ada pedang dan segala yang menyakitkan sanggup mengusirnya. Ada diantara orang yang mengaku dirinya jujur dalam mencintai guru dan saudara-saudaranya dalam tarekat, bahkan katanya tidak ada yang sanggup memalingkannya sekalipun mereka harus menjauhi dan tidak menyapanya tanpa ada alasan yang dibenarkan. Berita ini akhirnya tersebar ke semua orang, baik di kalangan orang-orang awam maupun orang-orang tertentu. Suatu ketika ia berdiri dan melantunkan bait syair di depan kaum fakir (sufi).
Andaikan mereka menyiksaku setiap hari dan setiap malam
tanpa kesalahan apa pun tentu hal itu membuatku senang dan rela
Kemudian ada salah seorang dari para murid yang cerdik membantahnya dengan mengatakan, “Anda berbohong!” Akhirnya ia gundah dan pikirannya kacau lalu ia duduk. Apa yang ada dalam benaknya cukup kelihatan di raut wajahnya. Akhirnya para murid sufi sepakat, bahwa ia adalah pembohong, lalu mereka berkata kepadanya: “Bagaimana anda bisa mengatakan sebagaimana yang anda katakan tadi, sementara pikiran anda telah kacau hanya karena omongan sebagian orang yang mengatakan anda adalah pembohong?! Apabila anda tidak sanggup memikul satu beban saja, lalu bagaimana anda akan sanggup memikul beban untuk selalu disiksa setiap hari dan setiap malam tanpa ada kesalahan apa pun yang anda lakukan sebelumnya?! Akhirnya orang yang sekadar mengaku jujur dalam cintanya ini beristigfar dan mengakui kebohongannya.
Maka benar-benar jujurlah —wahai saudaraku— dalam mencintai sang guru, anda akan mendapatkan segala kebaikan. Semoga Allah senantiasa memberi petunjuk kepada anda.
Dan diantara adab seorang murid, hendaknya tidak ikut masuk ke dalam perjanjian (sumpah) seorang guru (tarekat) sampai ia lebih dahulu bertobat dari segala dosa, baik dosa secara lahir maupun batin. Misalnya menggunjing, minum-minuman keras, dengki, iri hati dan lain-lain. Ia juga harus bisa rela terhadap semua lawan yang berusaha merampas harga diri maupun harta. Sebab hadirat tarekat Galan menuju Allah) adalah hadirat Allah Azza Jalla. Maka barangsiapa tidak menyucikan diri dari segala dosa, baik lahir maupun batin, maka tidak dibenarkan ia masuk ke hadirat ini. Ia ibarat orang yang mau menjalankan ibadah shalat, sementara di tubuh atau pakaiannya terdapat najis yang tidak bisa dimaafkan, atau karena tempatnya jauh dari air sehingga tidak bisa disucikan dengan air, tentu saja shalatnya tidak sah. Demikian pula orang yang mau masuk ke dalam tarekat dengan kondisi kotor dengan dosa, maka ia tetap batal, sekalipun gurunya termasuk tokoh para wali. Ia tidak akan sanggup mengantarkannya dan berjalan bersamanya untuk menuju tarekat Ahlullah sekalipun hanya selangkah, terkecuali sebelumnya telah menyucikan diri dari segala dosa.
Poin ini rupanya banyak dilupakan oleh sebagian besar orang. Mereka tergesa-gesa mengambil sumpah (janji) sang murid, sementara pada diri sang murid masih banyak dosa, baik lahir maupun batin, terutama yang menyangkut hak-hak para hamba dalam masalah harta maupun harga diri sehingga tidak akan ada manfaatnya dalam menempuh tarekat. Saya pernah mendengar Tuan Guru Ali al-Khawwash — rahimahullah — mengatakan: “Tarekat (jalan) orang-orang yang menuju kepada Allah adalah ibarat mau masuk surga. Maka sebagaimana yang terdapat dalam Hadis sahih, tidak seorang pun dari calon penghuni surga diperkenankan masuk ke dalam surga sementara pada dirinya masih ada hak anak cucu Adam. Maka demikian pula orang yang mau masuk ke dalam tarekat Allah Azza wa Jalla.”
Kemudian definisi tobat adalah kembali dan apa saja yang secara hukum (syariat) itu tercela menuju kepada apa yang secara hukum itu terpuji. Sehingga masing-masing orang yang bertobat akan memiliki tingkatan-tingkatan tersendiri. Bisa jadi apa yang menurut seseorang hal itu terpuji, tapi justru orang lain malah menganggapnya tercela, lalu bertobat dan beristigfar dari hal yang menurut orang pertama tersebut terpuji. Ini termasuk bagian dari, “Kebaikan orang-orang yang baik (al-abrar) adalah kejelekan bagi orang-orang yang didekatkan kepada Allah (al-mu qarrabin).”
Perlu anda ketahui, bahwa orang yang selalu melakukan hal-hal yang menyalahi aturan syariat, makan hal-hal yang menjadi kesenangan nafsu, dan senantiasa bergelut dengan hal-hal yang diharamkan, maka jarak antara orang ini dengan tarekat menuju Allah, ibarat jarak antara langit dengan bumi. Kemudian anda harus tahu, bahwa perilaku dari nafsu adalah selalu mengaku dengan pengakuan palsu. Barangkali ia mengaku benar-benar hertobat dengan sejujurnya, tapi pengakuannya hanya kebohongan. Maka hal itu tidak bisa diterima kecuali dengan kesaksian seorang guru akan kejujurannya dalam segala tingkatan spiritual yang diakuinya telah bertobat, sampai pada akhirnya ia mencapai pada tingkatan bertobat dari tindakan lengah dan kesaksian diri akan Tuhannya sekalipun hanya sekejap mata. Kemudian dari tingkatan ini naik lagi ke tingkatan yang lebih tinggi, yaitu mengagungkan Allah Swt. untuk selama-lamanya, yang tidak pernah berhenti sekejap pun untuk mengagungkan-Nya. Inilah tingkatan akhir dan apa yang kaum sufi katakan tentang tingkatan-tingkatan tobat.
Pada awalnya bertobat dari segala dosa besar, kemudian pada tingkatan bertobat dan dosa-dosa kecil, kemudian dan hal-hal yang tidak disenangi secara syariat, kemudian meninggalkan hal-hal yang apabila dilakukan akan melanggar keutamaan, kemudian bertobat dan tidak lagi melihat kebaikan-kebaikannya, kemudian bertobat untuk tidak lagi melihat dirinya termasuk kelompok kaum fakir sufi di zaman ini. —Dan hanya AllahYang Mahatahu.
Dan diantara perilaku seorang murid, hendaknya selalu melakukan mujahadat (perjuangan spiritual) untuk memerangi nafsunya. Maka selamanya ia tidak akan pernah kompromi dengan nafsunya. Syekh Abu Ali ad-Daqqaq — rahimahullah — mengatakan: “Barangsiapa menghiasi lahiriahnya dengan mujahadat maka Allah akan menghiasi batinnya dengan musyahadat (kesaksian diri kepada Tuhannya). Maka barangsiapa pada tahapan awal tidak melakukan mujahadat pada diri (nafsu) nya, maka ia tidak akan bisa mencium bau tarekat menuju Allah. ”Sebab telah menjadi ciri khas kaum sufi yang menempuh tarekat kepada Allah, apabila seorang hamba tidak mau memberikan hak tarekat secara keseluruhan maka tarekat juga tidak akan memberinya sekalipun hanya sebagian.
Abu Utsman al-Maghribi — rahimahullah — mengatakan:
“Barangsiapa mengira, bahwa ia akan dibukakan sedikit dari tarekat Ahlullah tanpa dengan mujahadat, maka ia benar-benar menginginkan hal yang mustahil.”
Abu Au ad-Daqqaq — rahimahullah — mengatakan: “Barangsiapa di permulaannya tidak memiliki penyangga maka di akhirnya tidak akan menemukan kedudukan.”
Hasan al-’Arar berkata: “Tarekat kaum sufi ini dibangun atas tiga dasar: Seorang murid tidak makan kecuali bila sangat membutuhkan, tidak akan tidur kecuali bila sudah terkalahkan oleh kantuk, dan tidak akan berbicara kecuali bila secara hukum dianggap darurat.”
Ibrahim bin Adham — rahimahullah — mengatakan: “Seseorang tidak akan mendapatkan tingkatan orang-orang saleh sehingga pada dirinya terdapat enam hal: Selalu berjuang melawan nafsu, hina karenanya, tidak tidur di malam hari, lebih suka sedikit dengan masalah duniawi, senang ketika ditinggalkan dunia, dan memperpendek angan-angan.”
Sementara itu asy-Syibli — rahimahullah — memukuli dirinya dengan potongan rotan bila rasa kantuk tiba, sampai habis satu ikat ketika menjelang Subuh. Ia sering kali memberi celak matanya dengan garam sehingga tidak bisa tidur. Ia juga sering memukulkan kedua tangan dan kakinya ke dinding bila tidak menemukan alat untuk memukuli dirinya. Ia berkata, “Tidak ada sesuatu yang berusaha menghalauku kecuali aku berhasil menundukkannya.”
Hal-hal seperti ini tidak semestinya seseorang melawan dan menyudutkan orang-orang yang melakukannya, karena hal ini bagi mereka dianggap dari bagian mencari alternatif yang paling ringan risikonya dari dua alternatif yang sama-sama berbahaya.
Mereka melihat, bahwa menanggung penderitaan sakit di tubuh dianggap lebih ringan risikonya daripada menanggung beban penderitaan karena lupa akan Tuhannya akibat tidur atau yang lain. Ini sebaliknya pendapat yang dipilih oleh selain kaum sufi. — Dan hanya Allah Yang Mahatahu.
Diantara perilaku yang harus dilakukan seorang murid, hendaknya tidak berbicara dan juga tidak diam kecuali bila secara hukum dianggap darurat atau diperlukan. Mereka telah menganggap bahwa sedikit bicara adalah salah satu dan sendi-sendi latihan spiritual (riyadhat). Bisyr bin al-Harits al-Hafi mengatakan: “Apabila berbicara itu membuat anda kagum, maka diamlah. Dan apabila diam itu membuat anda kagum maka berbicaralah. Sebab pada pembicaraan terdapat bagian dan kepentingan din dan menampakkan sifat-sifat terpuji.”
Abu Bakar ash-Shiddiq r.a. sering kali meletakkan kerikil di dalam mulutnya, sehingga ia bisa mengurangi berbicara. Ketika ia ingin berbicara yang tidak ada manfaatnya maka ia ingat dengan kerikil yang ada di mulutnya. Konon katanya, ia meletakkan kerikil di mulutnya selama setahun.
Rasulullah Saw bersabda: “Manusia dijungkir-balikkan kepalanya di neraka hanya karena hasil panen lidahnya.”
Diantara perilaku yang harus dilakukan para murid adalah sering kali merasakan lapar dengan cara yang dibenarkan oleh syariat. Poin ini merupakan poin yang ditekankan dalam menempuh tarekat. Sebagaimana Allah telah menjadikan wukuf di Arafah bagian rukun yang terpenting dalam pelaksanaan ibadah haji, maka Nabi Saw mengatakan, “Haji adalah Arafah.” Maka orang-orang yang menempuh jalan Allah menjadikan lapar adalah jalan menuju Allah.
Sabar
Sabar
Sayyidina Ali K.W
1. Sabar adalah kunci kesenangan.
2. Sabar adalah benteng dari kefakiran.
3. Sabar adalah keberanian.
4. Kesudahan sabar adalah positif dan menyenangkan.
5. Sabar termasuk salah satu sebab kemenangan.
6. Sabar adalah kendaraan yang tidak akan menjatuhkan pengendara¬nya.
7. Menanggung kesombongan kehormatan lebih berat daripada menanggung kesombongan kekayaan, dan kehinaan kefakiran menghalangi seseorang dari kesabaran, sebagaimana kebanggaan kekayaan mencegah seseorang dari berbuat adil.
8. Menanggung beban adalah kuburan aib.
9. Sabar ada dua, yaitu: sabar terhadap apa yang engkau benci, dan sabar terhadap apa yang engkau sukai.
10. Buanglah darimu segala kesusahan yang menimpamu dengan kesabaran yang teguh dan keyakinan yang baik.
11. Sesungguhnya di antara perbendaharaan kebajikan adalah sabar terhadap segala musibah dan menyembunyikan musibah itu.
12. Orang yang bersabar pasti akan meraih keberuntungan, meskipun itu diperoleh setelah waktu yang lama.
13. Bagi setiap bencana pasti ada batas yang berakhir padanya, sedang¬kan obatnya adalah sabar terhadapnya.
14. Kesabaran yang teguh akan memadamkan api nafsu.
15. Seandainya kesabaran berbentuk seorang laki-laki, pasti dia adalah seorang laki-laki yang saleh.
Renadah hati
Rendah Hati
1. Rendah hati (tawadhu) adalah suatu kenikmatan yang tidak dimengerti oleh orang yang dengki.
2. Sombong terhadap orang-orang yang sombong adalah tawadhu itu sendiri.
3. Rendah hati termasuk salah satu cara mendapatkan kemuliaan.
4. Rendah hati membawa kepada keselamatan.
5. Tidak ada nasab (yang lebih mulia) seperti rendah hati.
6. Buah dari rendah hati adalah (mendapatkan) kecintaan.
7. Kerendahhatian seseorang di saat dia memiliki kedudukan menjadi perlindungan baginya ketika dia mengalami kejatuhan.
8. Temuilah orang-orang ketika mereka butuh kepadamu dengan keceriaan dan kerendahhatian. Maka, jika engkau terkena suatu musibah dan keadaan buruk menimpamu, lalu engkau bertemu dengan mereka, maka engkau telah aman dan terlepas dari bahaya kehinaan karena kerendahhatianmu itu.
9. Orang-orang golongan atas, jika mereka terdidik, mereka rendah hati; dan jika mereka menjadi miskin, mereka menyerang.
10. Imam ‘Ali a.s. berkata kepada seseorang yang memuji-mujinya secara berlebihan, sementara kesetiaannya kepada beliau diragukan, “Aku tidak seperti yang kaukatakan, dan ‘di atas’ apa yang engkau sembunyikan di dalam hatimu.”
11. Orang yang rendah hati seperti jurang yang di dalamnya berhimpun air hujan dan air hujan lainnya, sedangkan orang yang sombong seperti bukit yang tidak menetap di dalamnya air hujannya dan air hujan yang lainnya.
12. Jika engkau telah melakukan segala sesuatu, maka jadilah seperti orang yang tidak melakukan apa pun.
Pelajaran dan Mengambil Pelajaran
Pelajaran dan Mengambil Pelajaran
1. Pelajaran adalah pemberi peringatan dan penasihat.
2. Bukanlah tawakal yang baik bahwa seseorang memohon ampun (akan kesalahannya), kemudian dia melakukan kesalahan itu untuk yang kedua kalinya.
3. Mengambil pelajaran membawa kepada kesadaran.
4. Alangkah banyaknya contoh (peringatan), tetapi sedikit sekali yang menjadikannya sebagai pelajaran.
5. Di dalam pelajaran terdapat kecukupan yang tidak memerlukan lagi ikhtiar
Niat
Niat
Sayidina Ali KWH
Sesungguhnya Allah SWT memasukkan ke dalam surga disebabkan oleh ketulusan niat dan hati yang saleh siapa saja yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya.
Barangsiapa yang tidak memujimu atas niat yang baik, maka dia tidak berterima kasih kepadamu atas pemberian yang baik.
Barangsiapa membaikkan niatnya, maka Allah akan menjadikan baik lahiriahnya.
Jika perkataan keluar dari hati, maka ia akan berpengaruh terhadap hati; dan jika ia keluar dari lidah, maka ia tidak akan mencapai telinga.
Janganlah engkau merendahkan seseorang karena kejelekan rupanya dan pakaiannya yang usang, karena sesungguhnya Allah Ta‘ala & hanya memandang apa yang ada dalam hati dan membalas segala perbuatan. Tidak ada agama bagi yang tidak memiliki niat.
Berhati-hati
Berhati-hati
1. Dengan kelemah lembutan kebutuhan akan dapat diperoleh, dan dengan berhati-hati akan mudah segala hal yang dikehendaki.
2. Pilihlah untuk sumber air mu.
3. Meneliti adalah keharusan.
4. Tergesa-gesa dalam segala urusan akan menghasilkan kesusahan, penyebab utama penyesalan, menghilangkan kekesatriaan, cela pada akal, dan bukti akan kelemahan akidah (keyakinan).
5. Orang yang berfikir (sebelum melakukan sesuatu) akan berhasil mencapai tujuan atau hampir, sedangkan orang yang tergesa-tergesa akan menemui kegagalan atau hampir.
6. Barangsiapa yang dalam urusannya berada pada posisi tidak memikirkan akibatnya, maka dia telah menghadapkan dirinya pada musibah yang besar.
7. Menggerakkan yang diam lebih mudah daripada mendiamkan yang bergerak.
8. Hindarilah olehmu: “Aku duga...”, “Aku kira...”, dan “Aku berpendapat...”
9. Tahanlah dirimu dari suatu jalan jika engkau khawatir akan tersesat di dalamnya. Sebab, menahan diri ketika ragu akan tersesat lebih baik daripada menaiki sesuatu yang menakutkan.
10. Di antara taufik adalah berhenti ketika ragu.
Mengekang Nafsu
Mengekang Nafsu
1. Perangilah hawa nafsu kalian, sebagaimana kalian memerangi musuh-musuh kalian
2. Sesuai dengan perjuangan jiwa seseorang dan penolakannya terhadap syahwatnya serta penolakannya untuk mengikuti kesenangannya (yang diharamkan), dan penolakan atas apa yang menjadikan mata berkeinginan memandangnya, maka di situlah terletak pahala dan siksaan.
3. Orang yang bijak adalah yang dapat menguasai hawa nafsunya.
4. Janganlah sekali-kali engkau menuruti nafsumu, dan jadikanlah yang membantumu untuk menghindar darinya adalah pengetahuanmu bahwasanya ia berupaya mengalihkan perhatian akalmu, mengacaukan pendapatmu, mencemarkan kehormatanmu, memalingkan kebanyakan urusanmu, dan memberatkanmu dengan akibat yang akan engkau tanggung di akhirat. Sesungguhnya nafsu adalah permainan. Maka, jika datang permainan, menghilanglah kesungguhan. Padahal, agama tidak akan pernah berdiri tegak dan dunia tidak akan menjadi baik kecuali dengan kesungguhan.
5. Sesungguhnya saat engkau meninggalkan kebenaran, engkau pasti sedang menuju kepada kebatilan; dan saat engkau meninggalkan sesuatu yang benar, engkau meninggalkannya menuju kesalahan.
6. Kepada Allahlah kami berharap agar Dia memperbaiki apa yang rusak dari hati kami, dan kepada-Nyalah kami memohon pertolongan untuk memberikan petunjuk pada jiwa kami. Sebab, hati berada di tangan-Nya, Dia mengaturnya sesuai yang Dia kehendaki.
7. Orang yang baik adalah yang mampu mengatur nafsunya sesuai keinginannya dan menolaknya dari segala keburukan, sedangkan orang yang jahat adalah yang tidak seperti itu.
8. Janganlah engkau menuruti nafsumu dan perempuan, dan kerjakanlah apa yang menurutmu baik.
9. Cegahlah nafsu yang bertentangan dengan akalmu, yaitu dengan menentang keinginannya.
Menutupi aib
Menutupi Aib
Beruntunglah orang yang lebih disibukkan oleh aibnya sendiri daripada mengurusi aib-aib orang lain. Beruntunglah orang yang tidak mengenal orang-orang dan orang-orang pun tidak mengenalnya. Dan beruntunglah orang yang hidup, tetapi dia seperti orang yang mati; dan dia ada, tetapi dia seperti orang yang tidak ada. Dia telah menjadikan tetangganya terbebas dari kebaikan dan keburukannya. Dia tidak pernah bertanya tentang orang-orang, dan orang-orang pun tidak pernah bertanya tentang dirinya.
Maka hendaklah seseorang di antara kalian menjauhkan diri dari aib orang lain yang diketahuinya karena dia mengetahui aib dirinya sendiri. Dan hendaklah dia menyibukkan diri dengan bersyukur karena kesehatan yang diberikan Allah kepadanya, sementara orang lain mendapatkan cobaan dengannya (ditimpa penyakit).
Maka bagaimana seorang pencela, yaitu yang mencela saudaranya dan mencemooh dengan musibah yang menimpa saudaranya itu? Apakah dia tidak ingat bahwasanya Allah telah menutupi dosa-dosanya, padahal dosanya itu lebih besar daripada dosa saudaranya yang dicela itu?
Janganlah engkau tergesa-gesa mencela seseorang karena dosanya. Sebab, barangkali dosanya telah diampuni. Dan janganlah engkau merasa aman akan dirimu karena suatu dosa kecil. Sebab, barangkali engkau akan diazab karena dosa kecilmu itu.
Hikayat orang shokeh paska maut
Hikayat Orang Sholeh Paska Maut
Sosok jenazah sedang lewat bertemu Sayyidina Ali Karromallahu Wajhah ra, lalu beliau berkata, “Orang yang sedang istirahat, atau sedang menjadi beban.”
“Siapa yang disebut orang yang istirahat?” beliau ditanya seseorang.
“Orang beriman bila mati istirahat dari beban dunia, dan kesengsaraan penghuninya, lalu ia berjumpa dengan rahmat Allah Ta’ala. Sedangkan orang yang menjadi beban adalah orang yang menentang Allah Ta’ala, dan apabila ia mati, para hamba dan negara bisa istirahat.”
Ma’mun as-Sulami ra, menegaskan, “Ketika Abdullah bin Muqatil ra, wafat kami turut memandikan, mengkafani, dan menguburnya. Tiba-tiba ada suara lembut dari langit, “Segala puji bagi Allah yang telah menyinambungkan pecinta dengan Kekasihnya, dengan hati rela dan mendapatkan kerelaanNya.”
Santri dari Abu Abdullah mengatakan, “Aku bermimpi bertemu Abu Abdullah setelah wafatnya, dimana ia sedang membakar dupa di syurga. Lalu aku bertanya,
“Hai Abu Abdullah, bukankah ini dilarang bagi kita?”
“Inilah perjalanan pelayan di Darussalam, di hadapan Yang Diraja Semesta..”
Dzun Nuun Al-Mishry ra, dimimpikan setelah beliau wafat, lalu ditanyakan padanya,”Bagaimana kondisimu?”
“Aku mohon pada Allah empat masalah, lalu Allah Swt memberikan dua saja, dan aku sedang menunggu yang dua itu.”
“Apa semua itu?”
“Kukatakan: Ilahi, bila Engkau mengambil ruhku jangan Engkau pasrahkan pada Malaikat maut. Ilahi Engkau bertanya padaku, jangan Engkau serahkan pada malaikat Mungkar dan Nakir. Dan jika Engkau merendahkan aku jangan Engkau serahkan pada Malaikat Malik. Dan bila Engkau memuliakan aku janganlah Engkau serahkan pada Malaikat Ridhwan.”
Dikisahkan bahwa Dawud al-‘Ujly ra, ketika mati ia dibawa ke kuburnya. Tiba-tiba ia menyemburkan aroma wangi. Lalu tukang kuburnya mengambilnya sebagai minyak aroma wewangian. Sedangkan orang-orang sangat takjub melihatnya. Selama tujuh puluh hari, tetap saja bau wangi. Lalu penguasa wilayah itu berusaha mengambilnya dari orang tersebut, tiba-tiba hilang begitu saja entah kemana sirnanya.
Ammar bin Ibrahim ra mengatakan, “Aku bermimpi melihat perempuan miskin setelah kematiannya. Wanita ini sangat senang dengan majlis dzikir, kusapa ia. “Selamat datang wahai wanita miskin…”
“Jauh sekali wahai Ammar. Wanita miskin sudah pergi, dan datanglah si kaya raya,” jawabnya.
“Kemarilah…” kataku.
“Apa yang kau minta pada orang yang diberi kewenangan syurga dan segala isinya?” katanya.
“Dengan apa?” tanyaku.
“Dengan majlis-majlis dzikir.”
“Lalu apa yang dianugerahkan Allah Ta’ala pada Ali bin Zadan?”
Ia malah tertawa, dan berujar, “Allah memberinya pakaian yang sangat kharismatik, dan dikatakan padanya, “Hai qori’, bacalah, dan naiklah!”.
Ibnu Abil Hiwary ra, mengatakan, “Aku bermimpi bertemu Al-Washily, seakan ia berdiri di angkasa, padahal seluruh langit penuh dengan cahayanya, lalu aku bertanya, “Apa yang diberikan Allah Ta’ala padamu?”
“Sebaik-sebaik Tuhan adalah Tuhan kami. Dia mengampuni kami dan memuliakan kami, dan kami dijadikan sebagai keluargaNya.”
“Kalau begitu beri aku wasiat,” kataku.
“Hendaknya engkau tetap di majlis orang-orang yang berdzikir, sebab mereka menurut kami berada di derajat yang luhur.”
Saat Mu’adz ra, mendekati maut, ia pingsan, lalu sadar, kemudian berkata, “Temukan aku dengan orang-orang yang telah diberi nikmat Allah Ta’ala dari kalangan Nabi, Shiddiqin dan syuhada’,…” Lalu ia tersenyum dan berucap “Laailaaha Illalloh Muhammadurrosulullah.Alhamdulillah.” Lalu beliau wafat.
Ja’far adh-Dhobby ra mengatakan, “Aku menghadiri ziarah kubur Malik bin Dinar ra, lalu aku berkata dalam benakku, “Apa ya, yang dianugerahkan Allah pada Malik?”
Lalu kudengar suara dari atas Malik, “Malik selamat dari kehancuran, selamat dari buruknya penempuhan Jalan, dan ia telah berada di rumah kebahagiaan, bertetangga dengan Tuhan Maha Pengampun..”
“Alhamdulillah…” kataku.
Ibnu Bikar mengisahkan, “Suatu hari aku sedang sholat di Mashishoh (nama sebuah kota). Ketika imam salam, seseorang tiba-tiba berdiri dan berkata, “Wahai manusia, aku adalah seorang ahli syurga, dan aku telah mati hari ini. Kalau ada yang butuh, datanglah kemari..”
Ketika kami sholat ashar, orang tersebut meninggal.
Harits bin Umar ath-Tha’i ra sedang sakit di Arminia. Suatu hari ia menghadap kiblat dan sholat dua rekaat, lalu ia berkata di akhir sujudnya, “Ya Allah! Aku memohon dengan NamaMu yang dengannya menjadi pengokoh agama, dan dengan NamaMu yang dengannya alam semesta mendapatkan rizki, dan dengan namaMu Engkau hidupkan tulang-tulang yang remuk. Bila ada kebaikan padaku di sisiMu, segerakan matiku.”
Lalu ia terdiam, dan orang-orang menggerak-gerakkannya, ternyata ia sudah mati.
Seseorang pernah melihat Malik bin Dinar ra, seakan-akan ia ada di istana di cakrawala, yang tidak bias digambarkan keindahannya. “Apa yang dianugerahkan Allah Ta’ala padamu hai Malik?” tanya seseorang.
Ia menjawab, “Tuhanku menempatkan aku di istana ini –seperti kau lihat– dan Dia memperkenankan diriku untuk memandangNya manakala aku rindu padaNya, tanpa bagaimana atau tanpa padanan. Walhamdulillaahi robbil ‘alamin.”
Ketika guruku Syeikh Manshur ra, hendak wafat, kami menangis di dekatnya. Lalu beliau siuman dari pingsannya, dan berkata:|
“Kematian pecinta adalah kehidupan tiada putus-putusnya
Suatu kaum mati, namun mereka hidup di tengah manusia.”
Lalu beliau berucap, “Asyhadu al-Laailaaha Illalloh, wa-Asyhadu Anna Muhammadar-Rasulullah, Shollallaahu ‘alaihi wa-Alihi wasallam.” Lalu takdir menjemputnya dan ruhnya yang suci membubung ke hadhirat Ilahi Sang Pencipta.
Semoga Allah memberkahi Al-Qutub Agung Sayyid Ahmad Rifa’y dan keluarga tercintanya dan seluruh muslimin. Salam semoga kepada para Rasul. Walhamdulillahi Rabbil’alamin.
Kesantunan & pemberi maaf
Kesantunan & Pemberian Maaf
1. Kesantunan adalah penutup yang menutupi, sedangkan akal adalah pedang yang tajam. Maka, tutupilah kekurangan perangaimu dengan kesantunanmu, dan perangilah nafsumu dengan akalmu.
2. Kesantunan adalah perangai yang utama.
3. Kesantunan adalah keluarga.
4. Ada kalanya suatu kalimat ditelan (tidak jadi diucapkan) oleh seorang yang santun karena khawatir dampak keburukan darinya, dan cukuplah kesantunan itu sebagai penolong.
5. Seandainya engkau bukan seorang yang santun, maka jadikanlah dirimu seperti orang yang santun. Sebab, barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, hampir-hampir dia termasuk golongan mereka.
6. Orang yang paling utama maafnya adalah orang yang paling kuasa membalas.
7. Maafkanlah orang yang menzalimimu.
8. Sesungguhnya Allah ingin agar kekhilafan orang yang murah hati dimaafkan.
9. Maafkanlah kesalahan manusia, dan janganlah engkau mengadukan kesalahan siapa pun yang engkau sendiri tidak menyukainya.
10. Maaf diberikan kepada orang yang mengakui kesalahan, bukan kepada orang yang terus-menerus melakukan kesalahan.
11. Janganlah engkau mempermalukan wajah orang yang meminta maaf dengan mencelanya.
12. Permintaan maaf menjadi rusak di tangan seorang yang tercela, sama dengan baiknya ia di tangan orang yang mulia.
13. Biasakanlah dirimu dengan toleransi.
14. Terimalah permintaan maaf orang yang meminta maaf kepadamu.
Muroqobah raihlah dengan penjernihan hati
Muroqobah Fokus pada Allah
Wahai penempuh jalan Allah, hendaknya Anda menetapi jalan akhirat melalui ajaran yang telah diperintahkan kepadamu dalam aktivitas lahiriahmu. Bila Anda telah melakukannya, maka duduklah dalam hamparan Muraqabah. Raihlah dengan penjernihan batinmu, hingga tak tersisa sedikitpun yang menghalangimu. Berikanlah hak keseriusan dan ketekunanmu, lalu minimkanlah pandanganmu untuk melihat lahiriahmu. Apabila Anda ingin dibukakan rahasia batinmu, untuk mengetahui rahasia alam malakut Tuhanmu berupa intuisi ruhani yang datang kepadamu yang kemudian dihalangi oleh bisikan-bisikan yang manjauhkan dari keinginanmu, maka ketahuilah pertama-pertama, bahwa kedekatanTuhanmu pada dirimu merupakan ilmu yang langsung berkaitan dengan hatimu, melalui pengulangan terus menerus pandangan dalam menarik kemanfaatanmu dan menolak bahayamu. Lihatlah firman Allah Swt.: “Adakah sang Khalik selain Allah, yang memberi rizki kepadamu dari langit dan bumi”
Sesungguhnya yang dari bumi adalah nafsumu, dan yang dari langit adalah hatimu. Apabila ada sesuatu yang turun dari langit ke bumi, lalu siapakah yang memalingkan dari dirimu pada selain Allah: “Allah mengetahui apa yang ada di dalam bumi dan apa yang keluar darinya, serta apa yang turun dari langit dan apa yang naik di dalamnya. Dan Allah menyertaimu dimanapun kamu berada.” (Qur’an)
Berikanlah hak kesertaanNya dengan konsistensi ubudiyah kepada-Nya dalam aturan-aturan-Nya. Tinggalkan kontra terhadap Sifat Rububiyah dalam Af’al-Nya. Siapa yang kontra kepada-Nya akan kalah: “Dan Dia adalah Maha Perkasa di atas hamba-Nya, dan Dia Maha Bijaksana dan Maha Meneliti.”
Apa yang saya katakan kepadamu ini sungguh benar: “Tiada yang muncul dari nafas-nafasmu, kecuali Allahlah yang mengaturnya, apakah Anda pasrah atau menolak. Karena Anda ingin pasrah pada suatu waktu, dan Anda mengabaikan, di waktu yang lain. Atau Anda ingin kontra pada suatu saat, lalu Anda mengabaikan, kecuali yang ada hanya pasrah. Semua itu menunjukkan Rububiyah-Nya dalam seluruh tindakan-Nya apalagi pada sisi orang yang sibuk dengan menjaga hatinya untuk meraih hakikat-hakikat-Nya.
Apabila permasalahannya sedmikian rupa, maka berikanlah haknya adab berkaitan dengan apa yang datang kepadamu, dengan Anda bersaksi terhadap sesuatu dari dirimu bahwa tiada awal kecuali dengan Awal-Nya, dan tiada yang akhir kecuali dengan Pengakhiran-Nya, tiada dzahir kecuali dengan Dzahir-Nya, tiada batin kecuali dengan Batin-Nya. Apabila Anda telah sampai pada awalnya awal, Anda akan melihat, terhadap apa yang dilimpahi-Nya.
Apabila muncul suatu bisikan dari Sang kekasih yang sesuai atau tidak dengan dirimu, yang tidak diharamkan syariat, maka lihatlah mengapa Allah ciptakan di dalam dirimu melalui pengaruh intuitif dalam kondisimu. Bila Anda menemukan bnentuk peringatan yang menyadarkan Anda pada Allah Swt, Anda harus membenarkannya. Itulah adab waktu bagi Anda. Anda jangan kembali pada selain itu. Apabila Anda tidak menemukan jalan pembenaran, maka tanjakkan diri ke hadapanNya, maka itulah adab waktu pada dirimu. Namun bila Anda kembali kepada selain jalan itu, berarti Anda telah salah jalan.
Apabila hal itu tidak muncul dari dirimu, Anda harus bertawakal, ridha dan pasrah. Bila masih belum menemukan jalan menempuhnya Anda harus berdoa agar bisa menarik menfaat dan menolak bencana dengan disertai taslim dan pasrah total. Saya peringatkan agar anda tidak berupaya demi sebuah pilihanmu, karena ikhtiyar demikian merupakan keburukan di mata orang yang memiliki mata batin.
Dengan demikian ada empat adab:
Adab Tahqiq
Adab Keluhuran
Adab Tawakal
Adab Doa.
Siapa yang mendapatkan hakikat bersama-Nya akan terjaga oleh-Nya.
Siapa yang diluhurkan oleh Allah, cukuplah bersama Allah, tanpa lainNya.
Siapa yang tawakal kepadaNya, ia melepaskan ikhtiar/pilihan dirinya, menyandarkan pada pilihan-Nya.
Siapa yang mendoa pada-Nya dengan syarat menghadap dan mahabbah pada-Nya, Insya Allah akan diijabahi menurut kelayakan dari-Nya. Atau doanya tidak diijabahi —jika Dia menghendaki— karena kehendak doanya tidak membuatnya maslahat. Setiap masing-masing etika ini ada hamparan keleluasaan.
Hamparan pertama, adalah keleluasaan “tahqiq”. Apabila ada sesuatu intuisi (bisikan halus) yang datang kepadamu tanpa tahqiq, lalu engkau dibukakan sifat-sifat-Nya, maka seharusnyalah Anda tetap dengan rahasia batin Anda, dan diharamkan Anda menyaksikan selain Allah Ta’ala.
Hamparan kedua, adalah hamparan keluhuran. Manakala datang intuisi kepadamu, selain keluhuran, dan Anda dibukakan melalui Af’al-Nya, maka luhurkanlah dirimu di sana melalui rahasia batinmu. Anda diharamkan menyaksikan selain Sifat-sifat-Nya, dan Anda sebagai pihak yang menyaksikan dan disaksikan. Pada tahap pertama adalah fana’nya penyaksi, kemudian fana’nya yang disaksikan (Anda sebagai yang disaksikan dalam fana’).
Hamparan ketiga, adalah hamparan tawakal. Apabila datang kepadamu suatu intuisi selain tawakal, saya maksudkan adalah apa yang kami sebut terdahulu, baik Anda senangi atau tidak, dan Anda dibukakan cacat-cacat bisikan, maka duduklah pada hamparan cinta-Nya, sembari bertawakal pada-Nya, ridha terhadap yang tampak pada dirimu berupa dampak dari perbuatan-Nya dalam cahaya tirai-Nya.
Hamparan keempat, adalah hamparan doa. Apabila muncul bisikan intuisi yang lain, lantas Anda dibukakan bentuk kebutuhan (kefakiran) Anda kepada-Nya, maka Allah telah menunjukkan akan Kemahakayaan-Nya. Raihlah kefakiran sebagai hamparan, dan waspadalah untuk tidak jatuh dari derajat ini pada tahap lainnya, dikawatirkan Anda terjerumus dalam makar Allah sementara Anda tidak tahu.
Minimal, bila Anda mengalami kejatuhan dari derajat tersebut, Anda akan kembali pada diri Anda, sebagai pengatur atau pemilih yang menyebabkan Anda memuliakan diri Anda, dan selanjutnya tak ada kondisi ruhani bagi Anda untuk membawanya secara serius dan tekun, baik dalam lahiriyah maupun batin Anda, dengan mengharapkan agar Anda diberi sebagaimana Allah memberinya. Lalu bagaimana Anda bisa menentang-Nya, terhadap hal-hal yang Allah tidak berkehendak memberikan kepadamu.
Maka, dampak paling minimal dalam pintu ini, adalah tuduhan-tuduhan syirik, bahwa Anda telah menang, padahal sebenarnya tidak sama sekali. Apabila Anda memang menang, lakukanlah sekehendakmu, dan Anda tidak akan mampu melakukan menurut kehendakmu selamanya. Ini menunjukkan besarnya ketekunanmu dalam memamahi tindakan-tindakan Allah Swt. Aku tidak akan ikut pada seorang hamba yang bodoh, atau seorang Ulama yang fasik.
Saya tidak tahu, dimana posisi Anda pada dua sifat ini; apakah pada kebodohan atau kefasikan, atau kedua-duanya? Kami mohon perlindungan Allah dari pengabaian jiwa dari mujahadah, dan kosongnya qalbu dari musyahadah. Pengabaian diri akan menolak syariat, dan pengosongan akan menolak tauhid. Sedangkan Sang Hakim telah membawa syariat dan tauhid. Karena itu tempuhlah dengan cara menjauhkan diri dari kontra terhadap Tuhanmu, agar menjadi orang yang bertauhid. Amalkanlah rukun-rukun syariat agar kamu menjadi pelaku Sunnah. Integrasikan keduanya dengan mata hati yang lembut, maka Anda akan meraih hakikat. Sebagaimana firman-Nya: “Atau tidakkah cukup bersama Tuhanmu, bahwa Dia Maha Menyaksikan segalanya?”
Kemudian bila muncul intuisi dalam muraqabahmu yang tidak disahkan oleh syariat atau pun yang disahkan syariat, atas apa yang berlalu dari dirimu, maka lihatlah apa yang diperingatkan dan diwaspadakan kepadamu. Apabila intuisi itu menjadikan Anda ingat kepada Allah, maka adab Anda adalah mentauhidkan-Nya di atas hamparan KeEsaan-Nya. Namun bila Anda tidak demikian, adab Anda adalah melihat adanya limpahan karunia-Nya, yang menempatkan dirimu melalui Kemahalembutan Kasih-Nya. Dan Dia menghiasi dengannya melalui kepatuhan pada-Nya, dengan mencintai-Nya secera khusus di atas hamparan Kasih-Nya.
Apabila Anda turun dari pintu derajat ini, sementara Anda tidak berkenan di sana, maka adabmu adalah memandang keutamaan-Nya, karena Dia telah menutupimu atas tindakan maksiat kepada-Nya, dan tirai itu tidak dibuka untuk makhluk lain. Namun apabila Anda berpaling dari adab ini, dan Anda ingat akan maksiat Anda, sementara Anda tidak diingatkan dengan tiga adab di atas, maka seharusnya Anda beradab dengan doa dalam taubat, atau sepadannya, demi meraih ampunan menurut tindak kejahatan yang anda lakukan, yang merupakan salah satu sisi dari yang dibenci syariat.
Namun apabila yang datang adalah intuisi ketaatan, lalu Anda datang dan mengingat siapa yang memberikan limpahan manfaat kepadamu, maka janganlah matamu memandang sejuk karenanya, tetapi harus mengingat pada Allah Yang memunculkannya. Sebab apabila pandangan mata Anda sejuk tanpa menyertakan-Nya, berarti Anda telah turun dari derajat hakikat.
Apabila Anda tidak berada pada derajat tersebut, hendaknya Anda menempati pada derajat berikutnya. Yaitu Anda menyaksikan akan keagungan keutamaan Allah terhadap diri Anda, karena Anda telah dijadikan sebagai orang yang layak dan pewarisnya berupa rizki kebaikan dari derajat tersebut. Bahkan diantara tanda-tandanya yang menunjukkan atas kebenarannya. Apabila Anda tidak menempatinya dan turun di bawahnya, maka Adab Anda adalah merenungkan secara mendalam pada ketaatan tersebut, benarkah hal itu memang taat yang sebenarnya dan Anda sendiri selamat dari tuntutan-tuntutan di dalamnya? Ataukah sebaliknya, justru Anda tersiksa karenanya? Na’udzubillah! dari segala kebajikan yang kembali pada keburukan. “Dan tampaklah pada mereka dari Allah, apa-apa yang tidak mereka perhitungkan.”
Jika Anda turun dari derajat ini pula kepada derajat lain, maka etika atau adab Anda adalah mencari keselamatan dari derajat tersebut baik melalui kebaikan maupun keburukannya. Seharusnya tujuan Anda yang berangkat dari kebajikan Anda lebih banyak dibanding tujuan dari pelajaran keburukan Anda, apabila Anda masih menginginkan termasuk golongan orang-orang shalih.
Apabila Anda inginkan suatu bagian, sebagaimana yang diberikan kepada wali-wali Allah Swt. Anda harus menolak semua manusia secara total, kecuali pada orang yang menunjukkan kepada Allah melalui petunjuk yang benar dan amal yang kokoh yang tidak kontra dengan Al-Qur’an dan Sunnah.
Berpalinglah dari dunia sepenuhnya, Anda jangan sampai tergolong orang yang ditawari dunia karena tindakan itu. Namun seharusnya Anda menjadi hamba Allah yang diperintah untuk melawan musuhNya. Jika Anda berada pada posisi dua karakter ini: berpaling dari dunia dan zuhud dari manusia, maka tegakkanlah muraqabah (mawas diri untuk fokus kepada Allah, menetapi taubat dengan penjagaan diri, memohon ampunan kepada Allah melalui kepasrahan dan kepatuhan terhadap aturan-aturan secara istiqamah.
Penafsiran empat adab tersebut: Adalah hendaknya anda menjadi hamba Allah, dengan cara:
Mewaspadakan hatimu agar tidak melihat di semesta raya ini sesuatu pun selain Allah Swt. Bila anda merasa meraih ini, akan ada panggilan intusi kebenaran dari Cahaya Kemuliaan, bahwa anda telah buta dari Jalan Benar, karena darimana anda mampu melakukan Muroqobah?
Hendaknya anda mendengarkan firman Allah Swt, “Dan Allah adalah Maha Mengawasi segala sesuatu.” Dengan begitu anda merasa malu atas taubat anda yang anda duga sebagai taqarrub, maka kokohkanlah taubatmu dengan menjaga hatimu. Dan jangan anda pandang bahwa taubat itu muncul darimu, yang membuat dirimu malah keluar dari jalan yang benar.
Bila anda merasa bahwa semua itu datang dari diri anda, maka akan muncul intuisi ruhani yang hakiki memanggilmu dari sisi Allah Ta’ala, “Bukankah taubat itu datang dariNya dan kembali padaNya? Sedangkan kesibukanmu yang menjadi sifatmu, adalah hijabmu atas kehendakmu?” Maka disanalah anda memandang sifat dirimu, lalu anda mohon perlindungan kepada Allah Swt, dari sifat itu. Lantas anda beristighfar dan kembali kepadaNya.
Istighfar itu berarti mencari tutup terhadap sifat-sifat burukmu dengan cara kembali kepada Sifat-sifatNya.
Apabila anda mampu beristighfar dan kembali, akan muncul pula panggilan hakiki seketika, “Tunduklah dengan aturan-aturanKu, dan tinggalkanlah penentangan terhadapKu, teguhlah dengan kehendakKu dengan melawan kehendak dirimu. Karena kehendakmu adalah bentuk pengambil alihan sifat Ketuhanan atas kehambaanmu. Maka jadilah engkau “hamba yang benar-benar dikuasai, tidak meliki kemampuan apa pun.” Sebab jika dirimu merasa mempunyai kemampuan, maka justru akan dibebankan padamu, sedangkan Aku Maha Mengetahui segala sesuatu.”
Bila anda telah benar dalam pintu ini dan anda disiplin di sana, maka anda meraih kemuliaan rahasia semesta.
(cahaya sufi)
15-24. “BUKTI KEKUASAAN ALLOH”
15-24. “BUKTI KEKUASAAN ALLOH”
٭ مِمَّايَدُلُّكَ على وجُودِ قهرِهِ سُبْحانهُ ان حجبكَ عَنهُ بما ليسَ بموجُودٍ معهُ ٭
15."Di antara bukti-bukti yang menunjukkan adanya kekuasaan Alloh yang luar biasa, ialah dapat menghijab engkau dari pada melihat kepada-Nya dengan hijab tanpa wujud di sisi Alloh."
Sepakat para orang-orang arif, bahwa segala sesuatu selain Alloh tidak ada artinya, tidak dapat disamakan adanya sebagaimana adanya Allah, sebab adanya alam terserah kepada karunia Alloh, bagaikan adanya bayangan yang tergantung selalu kepada benda yang membayanginya. Maka barangsiapa yang melihat bayangan dan tidak melihat kepada yang membayanginya, maka di sinilah terhijabnya. Alloh berfirman: "segala sesuatu rusak binasa kecuali dzat Alloh." Rosulullah shollallohu 'alaihi wasallam membenarkan ucapan seorang penyair yang berkata: ''Camkanlah!Bahwa segala sesuatu selain Alloh itu palsu belaka. Dan tiap nikmat kesenangan dunia, pasti akan binasa.]
٭ كيفَ يتصوَّرُ ان يحجبهُ شيىءٌ وهوالذى اظهركلَّ شيىءٍ ٭
16."Bagaimana dapat dibayangkan bahwa Allah dapat dihijab [dibatasi tirai] oleh sesuatu padahal Alloh yang menampakkan [mendhohirkan] segala sesuatu."
٭ كيفَ يتصوَّرُ ان يحجبهُ شيىءٌ وهوالذى ظَهربِكلّ شيىءٍ ٭
17."Bagaimana mungkin akan dihijab oleh sesuatu, padahal Dia [Alloh] yang tampak [dhohir] pada segala sesuatu."
٭ كيفَ يتصوَّرُ ان يحجبهُ شيىءٌ وهوالذى ظهرفى كلّ شيىءٍ ٭
18."Bagaimana akan mungkin dihijab oleh sesuatu, padahal Dia [Alloh] yang terlihat dalam tiap sesuatu."
٭ كيفَ يتصوَّرُ ان يحجبهُ شيىءٌ وهوالذى ظهرلِكلّ شيىءٍ ٭
٭ كيفَ يتصوَّرُ ان يحجبهُ شيىءٌ وهو الظاهرقبل وجودِ كلّ شيىءٍ ٭
19."Bagaimana akan dapat ditutupi oleh sesuatu, padahal Dia [Alloh] yang tampak pada tiap sesuatu. Bagaimana mungkin akan dihijab oleh sesuatu, padahal Dia [Alloh] yang ada dhohir sebelum adanya sesuatu."
٭ كيفَ يتصوَّرُ ان يحجبهُ شيىءٌ وهو اَظَْهرمن كلّ شيىءٍ ٭
20."Bagaimana akan mungkin dihijab oleh sesuatu, padahal Dia [Alloh] lebih jelas dari segala sesuatu."
٭ كيفَ يتصوَّرُ ان يحجبهُ شيىءٌ وهوالواحد الذى ليسَ معهُ شيىءٍ ٭
21."Bagaimana mungkin akan dihijab oleh sesuatu, padahal Dia [Alloh] yang tunggal yang tidak ada di samping-Nya sesuatu apapun."
٭ كيفَ يتصوَّرُ ان يحجبهُ شيىءٌ وهواقربُ ا ِليكَ من كلّ شيىءٍ ٭
22."Bagaimana akan dihijab oleh sesuatu, padahal Dia [Alloh] lebih dekat kepadamu dari segala sesuatu."
٭ كيفَ يتصوَّرُ ان يحجبهُ شيىءٌ ولولاه ماكان وجودُ كلّ شيىءٍ ٭
23."Bagaimana mungkin akan dihijab oleh sesuatu, padahal seandainya tidak ada Alloh, niscaya tidak akan ada segala sesuatu."
Alloh itu dzat yang mendhohirkan segala sesuatu, bagaimana mungkin sesuatu itu bisa menutupi/menghijab-Nya.
Alloh itu dzat yang nyata pada segala sesuatu, bagaimana bisa Dia tertutupi,
Alloh itu dzat yang maha Esa, tidak ada sesuatu yang bersama-Nya, bagaimana mungkin Dia dihijab oleh sesuatu yang tidak wujud disamping-Nya.
Demikian tampak jelas sifat-sifat Alloh pada tiap-tiap sesuatu di alam ini, yang semua isi alam ini sebagai bukti kebesaran, kekuasaan, keindahan, kebijaksanaan dan kesempurnaan dzat Alloh yang tidak menyerupai sesuatu apapun dari makhluknya. Sehingga bila masih ada manusia yang tidak mengenal Alloh [tidak melihat Alloh], maka benar-benar ia telah silau oleh cahaya yang sangat terang, dan telah terhijab dari nur ma'rifat oleh awan tebal yang berupa alam sekitarnya.
٭ يا عجبا كيفَ يظهرُالوجودُفى العدمِ ، ام كيفَ يَثبُتُ الحادثُ معَ من لهُ وَصفُ القِدَمِ ٭
24."Sungguh sangat ajaib, bagaimana tampak wujud dalam ketiadaan, atau bagaimana dapat bertahan sesuatu yang hancur itu, di samping dzat yang bersifat qidam."
Yakni, sesuatu yang hakikatnya tidak ada bagaimana dapat tampak ada wujudnya. Hakikat ‘adam [tidak ada] itu gelap, sedangkan wujud itu bagaikan cahaya terang. Demikian pula bathil dan haq. Bathil itu harus rusak dan binasa, sedangkan yang haq itulah yang harus tetap kuat bertahan.
Kata KAYFA yang jumlahnya ada sepuluh, semua isim Istifham, tapi yang dimaksudkan menggunakkan arti Ta’ajjub(heran),dan arti menafikan (tidak mungkin). Ta’ajjub itu karena syuhudnya kepada Alloh, jika hamba sudah syuhud kepada Alloh semua wujud selain Alloh itu hilang dari pandangan mata hatinya, semua selain Alloh itu sama sekali tidak ada wujudnya.
14. “Alam terang karena Nur Ilahi”
14. “Alam terang karena Nur Ilahi”
٭ الكَونُ كلُّهُ ظُلمة ٌ واِنّمَا اَناَرَهُ ظُهُورُالحَقِّ فيه فمن رأى الكَوْنَ ولم يَشْهَدْهُ فيهِ اوعِندهُ اوقَبْله اوبَعْدهُ فقد اَعوزَهُ وجودُ الانوَرِ وحُجِبتْ عَنه شموس المعارفِ بِسُحُبِ الاثارِ ٭
14."Alam itu semuanya dalam kegelapan, sedangkan yang meneranginya, hanya karena dhohirnya Al-haq [Alloh] padanya, maka barangsiapa yang melihat alam, lantas tidak melihat Alloh di dalamnya, atau didekatnya, atau sebelumnya, atau sesudahnya, maka sungguh ia telah disilaukan oleh nur [cahaya], dan tertutup baginya surya [nur-cahaya] ma'rifat oleh tebalnya benda-benda alam ini."
Alam semesta yang mulanya tidak ada dan memang gelap, sedang yang menampakkannya sehingga berupa kenyataan, hanya kekuasaan Alloh padanya, karena itu barangsiapa yang melihat sesuatu benda alam ini, lantas tidak terlihat olehnya kebesaran dan kekuasaan Alloh yang ada pada benda itu, sebelum atau sesudahnya, berarti ia telah disilaukan oleh cahaya. Bagaikan ia melihat cahaya yang terang benderang, lalu ia mengira tidak ada bola yang menimbulkan cahaya itu. Maka semua seisi alam ini bagaikan cahaya, sedang yang hakiki [sebenarnya] terlihat itu semata-mata kekuasaan dzat Alloh subhanahu wata'ala.
Arti melihat Alloh didalam AL-KAUN (alam) yaitu:segala sesuatu yang ada ini berjalan menurut hukum Alloh, jadi hatinya hamba ketika melihat alam, langsung dia tahu Alloh yang membuat. ALLOHU KHOOLIQU KULLI SYAI’(Alloh-lah yang menciptakan segala sesuatu). Tidak melihat sebab-musababnya.
Melihat Alloh didekat AL-KAUN (alam) yaitu: sadar kalau Alloh-lah yang mengurusi dan mengatur semuanya sesuai dengan kehendakNya, dengan kesadaran yang seperti ini hati akan terdorong untuk selalu muroqobah dengan rasa syukur dan selalu berusaha melaksanakan kewajiban dari Alloh, dan akhirnya akan hilang kesenangan-kesenangan nafsu.
Melihat Alloh sebelum AL-KAUN (alam)sebelum sesuatu diwujudkan yaitu: melihat kita melakukan sesuatu yang di inginkan itu tidak akan terjadi tanpa dikehendaki oleh Alloh. Dengan kesadaran seperti ini hati bisa bertawakkal(menyerahkan semua pada Alloh atas apa yang di inginkan.karena yaqin semua yang wujud itu pasti Alloh yang mewujudkan.
Melihat Alloh sesudah AL-KAUN (alam) yaitu:sebab melihat Alloh hamba tidak merasa kalau dia melakukan sesuatu/amal, karena sadar bahwa Alloh-lah yang menjadikan amal itu.
13. “Resiko Hati yang keruh”
13. “Resiko Hati yang keruh”
٭ كيف يُشْرقُ قلبٌ صُوَرُالاَكوَانِ مُنطبِعَة ٌ فى مِرْاَته ؟ ام كيفَ يرحلُ الى الله وهو مُكبَّلٌ بِشهواتِهِ ؟ ام كيفَ يَطمعُ ان يَدْخُلَ حَضرَةَ اللهِ وهو لم يتطهَّرْ من جنابةِ غفلاتهِ ؟ ام كيفَ يرجُواَنْ يَفهَمَ د قاءـقَ الاسراَرِ وهُوَ لمْ يَتـُبْ من هفَوَاتِهِ؟ ٭
13."Bagaimana akan dapat bercahaya hati seseorang yang gambar dunia ini terlukis dalam cermin hatinya. Bagaimana berangkat menuju kepada Allah, padahal ia masih terbelenggu oleh nafsu syahwat. Bagaimana akan dapat masuk menjumpai Allah, padahal ia belum bersih dari kelalaian. Bagaimana ia berharap akan mengerti rahasia yang halus dan tersembunyi, padahal ia belum taubat dari kekeliruannya."
Dalam hikmah ke 13 ini menjadi kelanjutan hikmah sebelumnya (12) yang menerangkan tentang pentingnya Uzlah, sedang hikmah 13 memperingatkan Uzlah jasad (tubuh) saja tidak akan ada artinya jika hatinya tidak ikut ber-Uzlah, hatinya masih bebas dan dipenuhi empat perkara :
1. Gambaran, ingatan, keinginan terhadap benda(dunia), seperti harta, wanita,pangkat jabatan dll.
2. Syahwat,keinginan yang melupakan Alloh.
3. Kelalaian dari dzikir kepada Alloh.
4. Dosa-dosa yang tidah di basuh dengan Taubat.
Jadi seorang murid yang ingin wushul kepada Alloh harus membersihkan dari empat perkara tersebut.
Karena Berkumpulnya dua hal yang berlawanan pada saat besamaan dalam satu tempat dan waktu itu mustahil [tidak mungkin], sebagaimana berkumpulnya antara diam dan gerak, antara cahaya terang dan gelap. Demikian pula cahaya iman berlawanan dengan gelap yang disebabkan karena selalu masih berharap kepada sesuatu selain Alloh. Demikian pula mengembara menuju kepada Alloh harus bebas dari belenggu hawa nafsu supaya dapat sampai kepada Alloh azza wajalla. Alloh berfirman: "Bertakwalah kepada Alloh dan Alloh akan mengajarkan kepadamu segala kebutuhanmu."
Rosulullah shollallohu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa mengamalkan apa yang telah diketahui, maka Allah akan mewariskan kepadanya pengetahuan yang belum diketahui."
Imam Ahmad bin Hambal rodhiallohu 'anhu bertemu dengan Ahmad bin Abi Hawari dan berkata: Ceritakanlah kepada kami apa-apa yang pernah engkau dapat dari gurumu Abu Sulaiman. Jawab Ahmad bin Abi Hawari: Bacalah Subhanallah tapi tanpa rasa kekaguman. Setelah dibaca oleh Ahmad bin Hambal: "Subhanallah". Maka Ibnu Hawari berkata: Aku telah mendengar Abu Sulaiman berkata: Apabila hati [jiwa] manusia benar-benar berjanji akan meninggalkan semua dosa, niscaya akan terbang ke alam malakut, kemudian kembali membawa berbagai ilmu yang penuh hikmah tanpa memerlukan lagi guru. Ahmad bin Hambal setelah mendengar keterangan itu langsung ia berdiri dan duduk ditempatnya berulang-ulang sampai tiga kali, lalu berkata: Belum pernah aku mendengar keterangan serupa ini sejak aku masuk Islam. Ia sungguh merasa puas dan sangat gembira menerima keterangan itu,
lalu ia membaca hadits: "Man amila bima alima warrotsahullohu ilma maa lam ya'lam."Barangsiapa yang mengamalkan apa yang telah diketahui, maka Alloh akan mewariskan kepadanya pengetahuan yang belum diketahui.
12. Uzlah
12. “ ‘UZLAH”
٭ مانفعَ القَلبَ شَيءٌ مثلُ عُزْلةٍ يَدْخُلُ بها ميدان فِكرةٍ ٭
12."Tidak ada sesuatu yang sangat berguna bagi hati [jiwa], sebagaimana menyendiri untuk masuk ke medan tafakur."
Seorang murid/salik kalau benar-benar ingin wushul kepada Alloh, pastilah ia berusaha bagaimana supaya hatinya tidak lupa pada Alloh, bisa selalu mendekatkan diri kepada Alloh. Dalam usaha ini tidak ada yang lebih bermanfaat kecuali uzlah (menyendiri dari pergaulan umum), dan dalam kondisi uzlah murid mau Tafakkur(berfikir tentang makhluknya Alloh, kekuasaan Alloh, keagungan Alloh, keadilan Alloh dan belas kasih nya Alloh) yang bisa menjadikan Hati timbul rasa takdhim kepada Alloh. Menambah keyaqinan dan ketaqwaan kepada Alloh.
Adapun bahayanya murid yang tidak uzlah itu banyak sekali,
Rosululloh shollallohu 'alaihi wasallam bersabda: "Perumpamaan seorang sahabat yang tidak baik, bagaikan pandai besi yang membakar besi, jika kamu tidak terkena oleh percikan apinya, maka kamu terkena bau busuknya."
Alloh Ta'ala mewahyukan kepada Nabi Musa alaihissalam: "Wahai putra Imran! Waspadalah selalu dan pilihlah untuk dirimu seorang sahabat [teman], dan sahabatmu yang tidak membantumu untuk membuat taat kepada-Ku, maka ia adalah musuhmu."
Dan juga Alloh mewahyukan kepada Nabi Dawud alaihissalam: "Wahai Dawud! Mengapakah engkau menyendiri? Jawab Dawud: Aku menjauhkan diri dari makhluk untuk mendekat kepada-Mu. Maka Alloh berfirman: Wahai Dawud! Waspadalah selalu, dan pilihlah untukmu sahabat, dan tiap sahabat yang tidak membantu untuk taat kepada-Ku, maka itu adalah musuhmu, dan akan menyebabkan membeku hatimu serta jauh dari-Ku."
Nabi Isa alaihissalam bersabda: "Jangan berteman dengan orang-orang yang mati, niscaya hatimu akan mati. Ketika ditanya: Siapakah orang-orang yang mati itu? Nabi Isa memjawab: Mereka yang rakus kepada dunia.”
Rosululloh shollallohu 'alaihi wasallam bersabda: "Yang paling aku khawatirkan pada umatku, ialah lemahnya iman dan keyakinan."
Nabi Isa alaihissalam bersabda:"Berbahagialah orang yang perkataanya dzikir, diamnya tafakur dan pandangannya tertunduk. Sesungguhnya orang yang sempurna akal ialah yang selalu mengoreksi dirinya, dan selalu menyiapkan bekal untuk menghadapi hari setelah mati."
Sahl at-Tustary radhiallahu 'anhu berkata: "Kebaikan itu terhimpun dalam empat macam, dan dengan itu tercapai derajat wali [di samping melakukan semua kewajiban-kewajiban agama], yaitu: 1. Lapar. 2. Diam. 3. Menyendiri 4. Bangun tengah malam [sholat tahajjud].
11. “Hati-hati dengan keterkenalan
11. “Hati-hati dengan keterkenalan”
٭ اِدْفن وُجُودَك فى ارضِ الخُمول. فما نبتَ مِمَّالم يُدفن لايتِمُّ نِتاجهُ ٭
11."Tanamlah dirimu dalam tanah kerendahan, sebab tiap sesuatu yang tumbuh namun tidak ditanam, maka tidak sempurna hasil buahnya."
Tidak ada sesuatu yang lebih berbahaya bagi seorang yang beramal, dari pada menginginkan kedudukan dan terkenal pergaulannya di tengah-tengah masyarakat. Dan ini termasuk keinginan hawa nafsu yang utama.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa yang merendahkan diri, maka Alloh akan memuliakannya dan barang siapa yang sombong, Alloh akan menghinanya.
Ibrahim bin Adham radhiallohu 'anhu berkata: "Tidak benar tujuan kepada Alloh, siapa yang ingin terkenal."
Ayyub as-Asakhtiyani radhiallohu 'anhu berkata: "Demi Alloh tidak ada seorang hamba yang sungguh-sungguh ikhlas pada Alloh, melainkan ia merasa senang, gembira jika ia tidak mengetahui kedudukan dirinya."
Mu'adz bin Jabal berkata: Rasululloh shallallohu 'alaihi wasallam bersabda:"Sesungguhnya sedikit riya' itu sudah termasuk syirik. Dan barangsiapa yang memusuhi wali Alloh, maka telah memusuhi Alloh. Dan sesungguhnya Alloh mencintai orang-orang yang bertaqwa yang tersembunyi [tidak terkenal], yang bila tidak ada, tidak dicari dan bila hadir tidak dipanggil dan tidak dikenal. Hati mereka bagai pelita hidayat, mereka terhindar dari segala kegelapan dan kesukaran."
Abu Hurairoh rodhiallahu 'anhu berkata: Ketika kami di majlis Rasululloh shallallohu 'alaihi wasallam, tiba-tiba Rasululloh bersabda: Besok pagi akan ada seorang ahli surga yang sholat bersama kamu. Abu Hurairoh berkata: Aku berharap semoga akulah orang yang ditunjuk oleh Rasululloh shallallohu 'alaihi wasallam itu. Maka pagi-pagi aku shalat di belakang Rasulullah shallallohu 'alaihi wasallam dan tetap tinggal di majlis setelah orang-orang pada pulang. Tiba-tiba ada seorang budak hitam berkain compang-camping datang berjabat tangan pada Rasululloh shallallohu 'alaihi wasallam sambil berkata: Wahai Nabi Alloh! Do’akan semoga aku mati syahid. Maka Rasululloh shollallohu 'alaihi wasallam berdoa, sedang kami mencium bau kasturi dari badannya. Kemudian aku bertanya: Apakah orang itu wahai Rasululloh? Jawab Nabi: Ya benar. Ia seorang budak dari bani fulan. Abu Hurairoh berkata: Mengapa engkau tidak membeli dan memerdekakannya wahai Nabi Alloh? Jawab Nabi:Bagaimana aku akan dapat berbuat demikian, sedangkan Alloh akan menjadikannya seorang raja di surga. Wahai Abu Hurairoh! Sesungguhnya di surga itu ada raja dan orang-orang terkemuka, dan ini salah seorang raja dan terkemuka. Wahai Abu Hurairoh! Sesungguhnya Alloh mengasihi, mencintai makhluknya yang suci hati, yang samar, yang bersih, yang terurai rambut, yang kempes perut kecuali dari hasil yang halal, yang bila akan masuk kepada raja tidak diizinkan, bila meminang wanita bangsawan tidak akan diterima, bila tidak ada tidak dicari, bila hadir tidak dihiraukan, bila sakit tidak dijenguk, bahkan ia meninggal tidak dihadiri jenazahnya.
Para sahabat bertanya: Tunjukkan kepada kami wahai Rasululloh salah seorang dari mereka? Jawab Nabi:Uwais al-Qorany, seorang berkulit coklat, lebar kedua bahunya, tingginya agak sedang dan selalu menundukkan kepalanya sambil membaca al-Qur'an, tidak terkenal di bumi tetapi terkenal di langit, andaikan ia bersungguh-sungguh memohon sesuatu kepada Allah pasti diberinya. Di bawah bahu kirinya berbekas. Wahai Umar dan Ali! Jika kamu bertemu padanya, maka mintalah kepadanya supaya memohonkan ampun untukmu.
10. “Ruhnya Amal yaitu Ikhlas”
10. “Ruhnya Amal yaitu Ikhlas”
٭ الاَعمالُ صوَرٌ قاءمة ٌ وَارواحُها وجودُ سِرِّ الاخلاصِ فيها ٭
10."Amal perbuatan itu sebagai kerangka yang tegak, sedang roh [jiwanya], ialah terdapatnya rahasia ikhlas dalam amal perbuatan itu."
Amal ialah, geraknya badan lahir atau hati. amal itu digambarkan sebagai tubuh/jasad. sedangkan ikhlas itu sebagai ruhnya. yakni., badan tanpa ruh berarti mati. amal lahir atau amal hati itu bisa hidup hanya dengan adanya ikhlas. Alloh berfirma, “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan (ikhlas)kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus”albayyinah 5. “Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan (ikhlas)kepada-Nya.” Az-zumar 2.
Imam Hasan Al-Bashari, barkata, “Aku pernah bertanya kepada shahabat Hudzaifah r.a. tentang ikhlas, beliau menjawab: Aku pernah bertanya kepada Rasululloh SAW ikhlas itu apa, beliau menjawab: Aku pernah menanyakan ttg ikhlas itu kpd malaikat Jibril a.s dan beliau menjawab: Aku pernah bertanya ttg hal itu kepada Alloh Rabbul 'Izzaah, dan IA menjawab: "IKHLAS ialah RAHASIA di antara rahasia-rahasiaKU yg Kutitipkan di hati hambaKU yg Aku cintai."
Ikhlas itu berbeda/bertingkat sesuai dengan perbedaan orang yang beramal.
Keikhlasan orang yang bersungguh-sungguh dalam ibadah, dan amal perbuatan itu telah bersih dari pada riya' yang nampak ataupun yang tersembunyi, sedang tujuan amal perbuatan mereka selalu hanya pahala yang dijanjikan oleh Allah kepada hamba-Nya ,dan supaya diselamatkan dari neraka-Nya.
Keikhlasan orang-orang yang cinta kepada Alloh, yang beramal hanya karena mengagungkan Alloh,karena hanya Alloh dzat yang wajib di Agungkan, tidak karena pahala atau selamat dari siksa neraka. Sayyidah Robi’ah al-‘Adawiyyah bermunajat pada Alloh: Ya Alloh, saya beribadah kepadamu bukan karena takut nerakamu, dan juga tidak karena cinta dengan surgamu. Perkataan ini masih mengnggap dirinya yang beribadah(mengaku bisa beribadah).
Keikhlasan orang –orang yang sudah Ma’rifat kepada Alloh. Mereka selalu melihat kepada Alloh, gerak dan diamnya badan dan hatinya itu semua atas kehendak Alloh, mereka tidak merasa kalau bisa beramal,kecuali diberi pertolongan oleh Alloh, tidak sebab daya kekuatan dirinya sendiri.
9. “Ahwal akan menentukan a’maal”
9. “Ahwal akan menentukan a’maal”
٭ تنوَّعت اجْناَسُ الاَعمالِ لتنوُّعِ وارِداَتِ الاحْوالِ ٭
9.”Beraneka macam jenis amal perbuatan, karena bermacam-macam pula pemberian karunia Allah yang diberikan kepada hamba-Nya.(Hal).”
Dalam pandangan tasawuf, Hal diartikan sebagai pengalaman rohani dalam proses mencapai hakikat dan makrifat. Hal merupakan zauk atau rasa yang berkaitan dengan hakikat ketuhanan yang melahirkan makrifatullah (pengenalan tentang Alloh). tanpa Hal tidak ada hakikat dan tidak diperoleh makrifat. Ahli ilmu membina makrifat melalui dalil ilmiah tetapi ahli tasawuf bermakrifat melalui pengalaman tentang hakikat.
Sebelum memperoleh pengalaman hakikat, ahli kerohanian terlebih dahulu memperoleh kasyaf yaitu terbuka keghoiban kepadanya. Ada orang mencari kasyaf yang dapat melihat makhluk ghaib seperti jin. Dalam proses mencapai hakikat ketuhanan kasyaf yang demikian tidak penting. Kasyaf yang penting adalah yang dapat mengenali tipu daya syaitan yang bersembunyi dalam berbagai bentuk dan suasana dunia ini.
Rasululloh saw. sendiri sebagai ahli kasyaf yang paling unggul hanya melihat Jibrail a.s dalam rupanya yang asli dua kali saja, walaupun pada setiap kali Jibrail a.s menemui Rasululloh saw. dengan rupa yang berbeda-beda, Rasululloh tetap mengenalinya sebagai Jibrail a.s.
Bila seseorang ahli kerohanian memperoleh kasyaf maka dia telah bersedia untuk menerima kedatangan Hal atau zauk yaitu pengalaman kerohanian tentang hakikat ketuhanan. Hal tidak mungkin diperoleh dengan beramal dan menuntut ilmu. Sebelum ini pernah dinyatakan bahawa tidak ada jalan untuk masuk ke dalam gerbang makrifat. Seseorang hanya mampu beramal dan menuntut ilmu untuk sampai pintu gerbangnya. Apabila sampai di situ seseorang hanya menanti karunia Alloh, semata-mata karunia Alloh yang membawa makrifat kepada hamba-hamba-Nya. karunia Alloh yang mengandung makrifat itu dinamakan Hal.
Ada orang yang memperoleh Hal sekali saja dan dikuasai oleh Hal dalam waktu yang tertentu saja dan ada juga yang terus-menerus di dalam Hal. Hal yang terus-menerus atau berkekalan dinamakan wishol yaitu penyerapan Hal secara terus-menerus, kekal atau baqo’. Orang yang mencapai wishol akan terus hidup dengan cara Hal yang terjadi. Hal-hal (ahwal) dan wishol bisa dibagi menjadi lima macam:
1 : Abid:
Abid adalah orang yang dikuasai oleh Hal atau zauk yang membuat dia merasakan dengan sangat bahawa dirinya hanyalah seorang hamba yang tidak memiliki apa-apa dan tidak mempunyai daya dan upaya untuk melakukan sesuatu. Kekuatan, usaha, bakat-bakat dan apa saja yang ada dengannya adalah daya dan upaya yang dari Alloh. Semuanya itu adalah karunia Alloh semata-mata. Alloh sebagai Pemilik yang sebenarnya, apabila Dia memberi, maka Dia berhak mengambil kembali pada masa yang Dia kehendaki. Seorang abid benar-benar bersandar kepada Allah s.w.t sekiranya dia melepaskan sandaran itu dia akan jatuh, kerana dia benar-benar melihat dirinya kehilangan apa yang datangnya dari Allah s.w.t.
2 : Asyikin:
Asyikin ialah orang yang memandang sifat Keindahan Allah s.w.t. Rupa, bentuk, warna dan ukuran tidak menjadi soal kepadanya kerana apa saja yang dilihatnya menjadi cermin yang dia melihat Keindahan serta Keelokan Allah s.w.t di dalamnya. Amal atau kelakuan asyikin ialah gemar merenungi alam dan memuji Keindahan Allah s.w.t pada apa yang disaksikannya. Dia boleh duduk menikmati keindahan alam beberapa jam tanpa merasa jemu. Kilauan ombak dan titikan hujan memukau pandangan hatinya. Semua yang kelihatan adalah warna Keindahan dan Keelokan Allah s.w.t. Orang yang menjadi asyikin tidak memperdulikan lagi adab dan peraturan masyarakat. Kesedarannya bukan lagi pada alam ini. Dia mempunyai alamnya sendiri yang di dalamnya hanyalah Keindahan Alloh s.w.t.
3 : Muttakholiq:
Muttakholiq adalah orang yang mencapai yang Haq dan bertukar sifatnya. Hatinya dikuasai oleh suasana Qurbi Faroidh atau Qurbi Nawafil. Dalam Qurbi Faroidh, muttakholiq merasakan dirinya adalah alat dan Allah s.w.t menjadi Pengguna alat. Dia melihat perbuatan atau kelakuan dirinya terjadi tanpa dia merancang dan campur tangan, bahkan dia tidak mampu mengubah apa yang akan terjadi pada kelakuan dan perbuatannya. Dia menjadi orang yang berpisah daripada dirinya sendiri. Dia melihat dirinya melakukan sesuatu perbuatan seperti dia melihat orang lain yang melakukannya, yang dia tidak berdaya mengawal atau mempengaruhinya. Hal Qurbi Faraidh adalah dia melihat bahawa Allah s.w.t melakukan apa yang Dia kehendaki. Perbuatan dia sendiri adalah gerakan Allah s.w.t, dan diamnya juga adalah gerakan Allah s.w.t. Orang ini tidak mempunyai kehendak sendiri, tidak ada ikhtiar dan tadbir. Apa yang mengenai dirinya, seperti perkataan dan perbuatan, berlaku secara spontan. Kelakuan atau amal Qurbi Faroidh ialah bercampur-campur di antara logika dengan tidak logika, mengikut adat dengan merombak adat, kelakuan alim dengan jahil. Dalam banyak perkara penjelasan yang boleh diberikannya ialah, “Tidak tahu! Allah s.w.t berbuat apa yang Dia kehendaki”.
Dalam suasana Qurbi Nawafil pula muttakholiq melihat dengan mata hatinya sifat-sifat Allah s.w.t dan dia menjadi pelaku atau pengguna sifat-sifat tersebut, yaitu dia menjadi khalifah dirinya sendiri. Hal Qurbi Nawafil ialah berbuat dengan izin Allah s.w.t kerana Allah s.w.t memberikan kepadanya untuk berbuat sesuatu. Contoh Qurbi Nawafil adalah kelakuan Nabi Isa a.s yang membentuk rupa burung dari tanah liat lalu menyuruh burung itu terbang dengan izin Allah s.w.t, juga kelakuan beliau a.s menyeru orang mati supaya bangkit dari kuburnya. Nabi Isa a.s melihat sifat-sifat Allah s.w.t yang diizinkan menjadi kemampuan beliau, sebab itu beliau tidak ragu-ragu untuk menggunakan kemampuan tersebut menjadikan burung dan menghidupkan orang mati dengan izin Allah s.w.t.
4 : Muwahhid:
Muwahhid fana’ dalam dzat, dzatnya lenyap dan DZat Mutlak yang menguasainya. bagi muwahhid ialah dirinya tidak ada, yang ada hanya Alloh s.w.t. Orang ini telah putus hubungannya dengan kesedaran basyariah dan sekalian maujud. Kelakuan atau amalnya tidak lagi seperti manusia biasa karena dia telah terlepas dari sifat-sifat kemanusiaan dan kemakhlukan. Misalkan dia bernama Abdullah, dan jika ditanya kepadanya di manakah Abdullah, maka dia akan menjawab Abdullah tidak ada, yang ada hanyalah Allah! Dia benar-benar telah lenyap dari ke‘Abdullah-an’ dan benar-benar dikuasai oleh ke‘Allah-an’. Ketika dia dikuasai oleh hal dia terlepas daripada beban hukum syarak. Dia telah fana dari ‘aku’ dirinya dan dikuasai oleh kewujudan ‘Aku Hakiki’. Walau bagaimana pun sikap dan kelakuannya dia tetap dalam ridho Allah s.w.t. Apabila dia tidak dikuasai oleh hal, kesedarannya kembali dan dia menjadi ahli syariat yang taat. Perlu diketahui bahawa hal tidak boleh dibuat-buat dan orang yang dikuasai oleh hal tidak berupaya menahannya.
Orang-orang sufi bersepakat mengatakan bahawa siapa yang mengatakan, “Ana al-Haq!” sedangkan dia masih sadar tentang dirinya maka orang tersebut adalah sesat dan kufur!
5 : Mutahaqqiq:
Mutahaqqiq ialah orang yang setelah fana dalam dzat turun kembali kepada kesedaran sifat, seperti yang terjadi kepada nabi-nabi dan wali-wali demi melaksanakan amanat sebagai khalifah Alloh di muka bumi dan kehidupan dunia yang wajib diurusi.
Dalam kesadaran dzat seseorang tidak keluar dari khalwatnya dengan Alloh s.w.t dan tidak peduli tentang keruntuhan rumah tangga dan kehancuran dunia seluruhnya. Sebab itu orang yang demikian tidak boleh dijadikan pemimpin. Dia mesti turun kepada kesedaran sifat barulah dia boleh memimpin orang lain. Orang yang telah mengalami kefanaan dalam zat kemudian disadarkan dalam sifat adalah benar-benar pemimpin yang dilantik oleh Alloh s.w.t menjadi Khalifah-Nya untuk memakmurkan makhluk Alloh s.w.t dan memimpin umat manusia menuju jalan yang diridhoi Alloh s.w.t. Orang inilah yang menjadi ahli makrifat yang sejati, ahli hakikat yang sejati, ahli thorikoh yang sejati dan ahli syariat yang sejati, berkumpul padanya dalam satu kesatuan yang menjadikannya Insan Robbani. Insan Robbani peringkat tertinggi ialah para nabi-nabi dan Alloh karuniakan kepada mereka maksum, sementara yang tidak menjadi nabi dilantik sebagai wali-Nya yang diberi perlindungan dan pemeliharaan.
8. “Ketika Alloh membuka pintu perkenalan
8. “Ketika Alloh membuka pintu perkenalan”
٭ اِذاَ فَتحَ لك وُجْهَة ً من التـَّعَرُّفِ فلا تُباَلِ معها ان قَلَّ عَمَلُكَ فَاِنَّهُ مافتحَهاَ لك الا وهو يرِيد انيتعرَفَ اليكَ
الم تَعلم انَّ التـَّعَرُفَ هوَمورِدهُ عليكَ والاَعمالُ انتَ مُهدِ يها اليهِ واَينَ ماتـُهد يهِ الَيهِ واَينَ ما تُهدِ يهِ اليْهِ مِمَّا هوَ مورِدهُ اليكَ ٭
8.”Apabila Tuhan membukakan bagimu suatu jalan untuk ma’rifat [mengenal pada-Nya], maka jangan menghiraukan soal amalmu yang masih sedikit, sebab Tuhan tidak membukakan bagimu, melainkan Ia akan memperkenalkan diri kepadamu. Tidakkah engkau tahu bahwa ma’rifat itu semata-mata pemberian karunia Alloh kepadamu, sedang amal perbuatanmu hanyalah hadiahmu kepad-Nya dengan pemberian karunia Alloh kepadamu.”
Ma’rifat [mengenal] kepada Allah, itu adalah puncak keberuntungan seorang hamba, maka apabila Tuhan telah membukakan bagimu suatu jalan untuk mengenal kepada-Nya, maka tidak perlu pedulikan berapa banyak amal perbuatanmu, walaupun masih sedikit amal kebaikanmu. Sebab ma’rifat itu suatu karunia dan pemberian langsung dari Allah, maka sekali-kali tidak tergantung kepada banyak atau sedikitnya amal kebaikan.
Abu Huroiroh ra. berkata: Rasululloh saw. bersabda: Alloh azza wajalla berfirman: “Apabila Aku menguji hamba-Ku yang beriman, kemudian ia tidak mengeluh kepada orang lain, maka Aku lepaskan ia dari ikatan-Ku dan Aku gantikan baginya daging dan darah yang lebih baik dari semula, dan ia boleh memperbarui amal, sebab yang lalu telah diampuni semua.”
Diriwayatkan: Bahwa Alloh telah menurunkan wahyu kepada salah seorang Nabi diantara beberapa Nabi-Nya.” Aku telah menurunkan ujian kepada salah seorang hamba-Ku, maka ia berdoa dan tetap Aku tunda permintaannya, akhirnya ia mengeluh, maka Aku berkata kepadanya: Hamba-Ku bagaimana Aku akan melepaskan dari padamu rahmat yang justru ujian itu mengandung rahmat-Ku.” Karena dengan segala kelakuan kebaikanmu engkau tidak dapat sampai ke tingkat yang akan Aku berikan kepadamu, maka dengan ujian itulah engkau dapat mencapai tingkat dan kedudukan di sisi Alloh.
7. “Jangan meragukan janji Alloh”
7. “Jangan meragukan janji Alloh”
٭ لا يُشكـِّكنَّك فى الوَعدِ عدمُ وقوعِ المَوْعُودِ وانْ تَعَيَّنَ زمَنـُهُ لـءـلاَّيَكونَ ذٰ لكَ قَدحاً فى بصيرَتكَ واِخـْماَداًلِنورِ سَرِيرَتِكَ ٭
7."Jangan sampai kamu merasa ragu, terhadap janji Alloh, karena tidak terlaksananya apa yang telah dijanjikan itu, walaupun telah tertentu waktunya, supaya tidak menyalahi pandangan mata hatimu, atau memadamkan cahaya hatimu."
Manusia sebagai hamba tidak mengetahui kapankah Alloh akan menurunkan karunia dan rahmat-Nya, sehingga manusia jika melihat tanda-tanda ia menduga, mungkin telah tiba saatnya, padahal bagi Alloh belum memenuhi semua syarat yang dikehendaki-Nya, maka bila tidak terjadi apa yang telah diduganya, hendaknya tidak ada keraguan terhadap kebenaran janji Alloh subhanahu wata'ala.
Sebagaimana yang terjadi dalam Sulhul [perdamaian] Hudaibiyah, ketika Rasululloh shallalloahu 'alaihi wasallam, menceritakan mimpinya kepada sahabatnya, sehingga mereka mengira bahwa pada tahun itu mereka akan dapat masuk ke kota Makkah dan melaksanakan ibadah umroh dengan aman dan sejahtera [mimpi Rasululloh saw. yang tersebut dalam surah al-Fath].
Alloh berfirman: "Sungguh Alloh akan membuktikan kepada Rosul-Nya tentang kebenaran mimpinya bahwa kamu pasti memasuki Masjidil Haram, jika Alloh menghendaki dalam keadaan aman, dengan menggundul rambut kepala dan memendekkannya, sedang kamu merasa takut. Maka Alloh mengetahui apa yang tidak kamu ketahui, dan selain itu Dia telah memberikan kemenangan yang dekat." [QS. al-Fath 27].
Sehingga ketika gagal tujuan umroh karena di tolak oleh bangsa Quraisy dan terjadi penanda tanganan perjanjian Sulhul [perdamaian] Hudaibiyah, yang oleh Umar dan sahabat-sahabat lainnya dianggap sangat mengecewakan,
maka ketika Umar ra. mengajukan beberapa pertanyaan, dijawab oleh Nabi saw: Aku hamba Alloh dan utusan-Nya dan Alloh tidak akan mengabaikan aku.
Firman Alloh: "(Dalam menghadapi ujian dari Alloh) Sehingga Rosul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata, Kapankah datang pertolongan Alloh? Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Alloh itu dekat." [QS. al-Baqoroh 214].
-
SEJARAH BERDIRINY YAYASAN PONDOK PESANTREN WALIKAROMAH GERNINI Sejarah berdirinya pondok pesantren Walikaromah Gernini, berdiri pada tahu...